Senin, 15 April 2013

OPTIMALISASI ASIMILASI DAN INTEGRASI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB ENDE

JURNAL
 

OPTIMALISASI ASIMILASI DAN INTEGRASI
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB ENDE



-
 OPTIMIZATION OF THE ASSIMILATION AND INTEGRATION
 IN THE KLAS IIB ENDE CORRECTIONAL INSTITUTION



Paulus Anton Tuga, 1 Nursini, 2 M. Abduh Ibnu Hajar 3
1 Mahasiswa PPW, Program Pascasarjana, Universitas Hasanuddin Makassar
2  Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin
3 Fakultas Perikanan, Universitas Hasanuddin




Alamat Korespondensi :
Paulus Anton Tuga
Lembaga Pemasyarakatan Ende NTT
Universitas Hasanuddin
Makassar 90245
HP : 081338929XXX
Email :antonpaulus@rocketmail.com














Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana optimalisasi pelaksanaan asimilasi dan integrasi (Pembebasan Bersyarat, Cuti menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat) yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Ende Flores Nusa Tenggara Timur, dengan menelusuri proses dan mekanisme, faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan serta bagaimana koordinasi antar lembaga yang terkait dalam mengoptimalkan program pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan. Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen, wawancara mendalam serta pengamatan (observasi). Data dianalisis secara deskriptif kualitatif melalui reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menemukan bahwa pelaksanaan program asimilasi dan integrasi bagi narapidana yang telah memenuhi syarat belum berjalan sesuai yang diharapkan. Kegiatan sidang Anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan untuk membahas program bagi warga binaan hanya bersifat formal saja karena telah tersusun rapih oleh sekretaris TPP dan anggota yang hadir hanya mendengar dan menandatangani semua yang telah ditulis dalam notulen hasil sidang TPP. Disamping itu belum melibatkan petugas pemasyarakatan secara keseluruhan dan masyarakat sebagai unsur-unsur  dalam sistim pemasyarakatan. Hal tersebut menyebabkan jumlah narapidana yang diikutkan dalam program  masih jauh berkurang jika dibandingkan dengan Rutan-Rutan yang ada di Flores. Dalam pelaksanaan program, koordinasi yang dilakukan dengan isntansi pemerintah sebagai mitra dalam mendukung program asimilasi dan integrasi bagi narapidana  juga belum berjalan karena kurangnya inisiatif Lapas dalam memanfaatkan hubungan tersebut.
Kata Kunci: Optimalisasi




Abstrack

The purpose of this research is to identify the extent to which the optimization of the implementation of the assimilation and integration (Parole, leave spaces before and leave Conditional) Penitentiary Ende in Flores East Nusa Tenggara, by tracing the processes and mechanisms of implementation and how coordination among agencies involved in the coaching program to optimize prisoners. The data was collected through the study of documents, deep interviews and observations. Data were analyzed using descriptive qualitative data reduction, display the data and drawing conclusions.
The study found that implementation of the assimilation and integration has not gone as expected. Session to discuss correctional observer team for the citizens of the target program has been highly formalized by the secretary of the TPP and sign all living members who have written in the minutes of the session of TPP. This can lead to selective logging in the program proposal. For inmates who able in financial terms may be proposed, while it did not have any ability just waiting to finish the offense. Ideally, a growing number of inmates who were released as it gets integration, then the costs incurred by the State is also reduced. Besides that also the assimilation activities for inmates who are placed on a third party would bring benefits to the State because of the input to the State either works or wage or premium inmates through State Revenue (non-tax revenues)
Key Word: Optimization





A.     PENDAHULUAN

Gencarnya pemberitaan media cetak maupun elektronik tentang kejadian-kejadian negatif dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pemasyarakatan, secara sistematis akan membangun opini publik dan selanjutnya akan berdampak buruk terhadap akuntabilitas dan kepercayaan masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut untuk membangun kembali pencitraan positif dan kepercayaan masyarakat terhadap pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya maka seluruh jajaran pemasyarakatan berusaha meningkatkan kinerja pada masing-masing unit termasuk Lembaga Pemasyarakatan Ende
Peningkatan jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan ini tidak diiringi dengan peningkatan kapasitas Lapas. Persoalan kelebihan kapasitas di hampir seluruh Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia tentunya mengundang keprihatinan dan kritikan dari berbagai pihak. Kondisi over capacity di Lembaga Pemasyarakatan ini juga menimbulkan dampak ikutan lain yang muda terjadi seperti, perkelahian, kerusuhan, pemberontakan, peredaran narkoba, homoseksual, penularan berbagai jenis penyakit seperti aids dan kulit serta berbagai dampak lainnya. Selain dampak di atas, program pembinaan yang akan diberikan kepada narapidana menjadi kurang efektif karena hak-hak narapidana yang telah memenuhi syarat  sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan diabaikan seperti Asimilasi dan Integrasi (Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas maupun Cuti Bersyarat).
Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2007 mengeluarkan sebuah Peraturan Nomor M.01.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat. Keluarnya Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya lebih meningkatkan program pembinaan bagi warga binaan. Indikator keberhasilan program pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan sesuai sistim pemasyarakatan adalah banyaknya  jumlah narapidana dan anak pidana yang telah memenuhi syarat, melaksanakan Asimilasi dan Integrasi melalui program Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB) dan Cuti Bersyarat (CB).  Sistem pemasyarakatan  menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa
“Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kwalitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”.

Sesuai sistem pemasyarakatan tersebut maka optimalisasi peningkatan pelayanan Asimilasi dan Integrasi (Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat) merupakan langkah strategis dalam mengatasi masalah “over capacity” di Lembaga Pemasyarakatan, kebijakan ini diambil tidak hanya akan menjadi solusi untuk masalah kelebihan kapasitas Lembaga Pemasyarakatan tetapi juga masalah anggaran negara, logikanya semakin sedikit jumlah penghuni maka semakin sedikit jumlah anggaran yang dihabiskan.
Kalau persyaratan telah terpenuhi oleh warga binaan yang menjalani pidananya dengan baik dan mengikuti semua program yang diberikan oleh petugas Pembimbing dan Pembina, seharusnya apa yang menjadi hak warga binaan juga dipenuhi khususnya hak untuk mendapatkan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.

BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Rancangan Penelitian :

Penelitian ini dilaksanakan pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Ende sebagai lokasi utama dan untuk keperluan data pembanding diambil data dukung dari Rutan Ruteng, Rutan Bajawa, Rutan Maumere dan Rutan Larantuka, semuanya terdapat di pulau Flores Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan tipe deskriptif dan pendekatan Kualitatif

Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Primer dan sekunder. Data Primer diproses diperoleh dari hasil wawancara dengan 30 orang  informan kunci yang mewakili dari Anggota TPP, Seksi dan Subseksi dan Petugas jaga serta 20 orang informan terdiri dari narapidana BI dan BIIa, sedang data sekunder bersumber studi dokumen yang sesuai dengan masalah penelitian.
Metode Pengumpulan Data :
Tehnik pengumpulan data yang dilakukan peneliti yaitu melalui wawancara mendalam (in-depth interview) menggunakan Daftar pertanyaan (kuesioner) dilakukan melalui sejumlah pertemuan dengan informan yang didalamnya berlangsung Tanya jawab dan pembicaraan terlibat mengenai beberapa aspek permasalahan yang akan dicari dalam penelitian. mendapatkan data primer, penulis menggunakan teknik wawancara mendalam yang diperoleh dari informan yang telah ditentukan.Pengamatan dilakukan dengan dua cara yaitu : Pengamatan biasa dan berpartisipasi.
Studi dokumen dilakukan untuk menelaah sejumlah sumber tertulis, dalam rangka memperoleh data, baik primer maupun sekunder yang berkaitan dengan tujuan penelitian dimaksud, Untuk data sekunder yang terkait dengan objek penelitian, maka penulis mengumpulkan dan mempelajari dokumen-dokumen seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, Peraturan Menteri, Peraturan Dirjen Pemasyarakatan serta Laporan Bulanan, Triwulan, Berkas Sidang TPP dan Berkas Usulan mengikuti program Asimilasi dan Integrasi Narapidana, sehingga kajian atas dokumen tersebut dapat mendukung hasil penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik  Informan
Informan  Kunci terdiri dari 7 orang  dari Anggota TPP yang membahas perencanaan program bagi narapidana yang akan mengikuti program asimilasi dan integrasi, 5 orang  yang mengelola data registrasi narapidana sejak tahap pertama, lanjutan dua, lanjutan tiga dan tahap akhir serta yang mengatur jurnal penghuni, daftar perubahan dan pengurusan usulan asimilasi dan integrasi serta peneliti sebagai diri sendiri dalam subseksi registrasi, 3 orang yang bertugas pada kesatuan pengamanan Lapas.
.
Pelaksanaan Asimilasi dan Integrasi (PB,CMB dan CB)
Asimilasi merupakan kulminasi dari kehidupan bermasyarakat yang dapat merefleksikan adanya integrasi sosial. Dengan demikian, terwujudnya integrasi sosial sangat penting bagi kelangsungan hidup individu dan kelompok dalam tatanan hidup bermasyarakat. Proses terjadinya integrasi sosial dan untuk mempertahankannnya dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni: (1) toleransi, (2) kesadaran dan solidaritas dan (3) kontrol sosial. Dasar hukum pelaksanaan Asimilasi bagi narapidana adalah Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.02 PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana, Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor: E.06-PK.04.10 Tahun 1992 tentang Petunjuk Pelaksanaan Asimilasi.
Tabel 4 memperlihatkan bahwa program Asimilasi bagi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Ende belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik dalam memenuhi hak-hak warga binaan yaitu  tahun  2009 (33.33%), tahun 2010 (34,29%) dan tahun 2011(39.62 %) dari rata-rata penghuni setiap bulannya. Sedangkan prosentasi asimilasi bila dihitung berdasarkan banyaknya narapidana yang dilitmas dalam setahun yaitu tahun 2009 (94.28%),  tahun 2010 (71.00%) dan tahun 2011(93.33%). Jika dibandingkan dengan data yang diperoleh dari Rumah Tahanan Negara hal ini menunjukkan bahwa untuk sementara Rutan lebih efektif memanfaatkan perangkat peraturan tentang tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.
Tabel 5 menjelaskan bahwa sebagai Unit Pelaksana Tehnis dengan status Lembaga Pemasyarakatan seharusnya Lembaga Pemasyarakatan Ende menempati urutan tertinggi, akan tetapi kenyataan sesuai hasil penelitian bahwa jumlah narapidana yang bebas karena Pembebasan Bersyarat  lebih kecil yaitu tahun  2009 (27.14%), tahun 2010 (23.00%) dan tahun 2011 (37.77%) jika dibandingkan dengan jumlah narapidana secara keseluruhan dalam 1 tahun yang telah dilaksanakan penelitian kemasyarakatan. Sedangkan usulan Lapas Ende tahun 2009 sebanyak 30 orang, tahun 2010 sebanyak  28 orang dan, tahun 2011 sebanyak 40 orang, yang disetujui tahun 2009 sebanyak 19 orang (63.33), tahun 2010 sebanyak 23 orang (65.71%) dan tahun 2011 sebanyak 34 orang (85.00%). 
Tabel 6 menjelaskan bahwa narapidana yang menjalani hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan Ende yang diusulkan untuk mendapatkan Ijin Cuti Menjelang Bebas tahun  2009 (2.85%)  tahun 2010 (5.00%) dan tahun 2011 (5.55%) sebenarnya adalah narapidana yang berhak untuk diusulkan Pembebasan Bersyarat, namun karena terlambat pengurusannya maka sisa pidana berada di bawah 6 bulan dan hanya bisa diusulkan Cuti Menjelang Bebas serta diberikan setelah perolehan remisi tahun terakhir yang dilewati.
Tabel 7 menjelaskan bahwa apa yang menjadi hak narapidana sesungguhnya tidak diperhatikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Ende karena sangat kecil prosentasinya yaitu tahun tahun 2009  berjumlah 3 orang (0.44%) tahun 2010 sebanyak 4 orang (0.62%) dan tahun 2011 sebanyak 4 orang (0.59%) dari jumlah narapidana BIIa. Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah narapidana BI tahun 2009  sebanyak 1203 orang, tahun 2010 sebanyak 1312 orang dan tahun 2011 sebanyak 1326 sedangkan  narapidana BIIa  tahun 2009 sebanyak 668 orang, tahun 2010 sebanyak 635 orang dan tahun 2011 sebanyak 670 orang. Narapidana yang paling banyak  bebas dalam satu tahun adalah narapidana dengan masa pidana pendek yang digolongkan dalam Register BIIa. Seharusnya narapidana tersebut dapat dibebaskan melalui program Cuti Bersyarat sehingga terjadi penghematan anggaran yang dikeluarkan oleh Negara.
Tabel 8 menjelaskan bahwa jumlah narapidana BI yang bebas murni  tahun 2009 sebanyak 25 orang (2.07%), tahun 2010 sebanyak 26 orang (1.98%) dan tahun 2011 sebanyak 23 orang (1.73%). Sedangkan narapidana BIIa yang bebas murni  tahun 2009 sebanyak 75 orang (11.22%), tahun 2010 sebanyak 80 orang (12.59%) dan tahun 2011 sebanyak 86 orang (12.83%). Kalau saja program pembinaan dilaksanakan dengan baik dan benar maka  maka angka bebas narapidana melalui program integrasi dapat lebih tinggi lagi dan melebihi Rumah Tahanan yang ada di Flores.

Faktor-faktor yang penghambat dan pendukung optimalisasi Asimilasi dan Integrasi
Program asimilasi dan integrasi yang dijalani oleh warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Ende tidak sepenuhnya mengikuti aturan yang sesuai dengan apa yang termuat dalam Undang-undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia maupun surat–surat edaran. Akibat tidak mengikuti maka timbul faktor sebagai berikut: A.1) Faktor internal penghambat yaitu; 1) Tidak ada kemampuan pemimpin dalam mendorong motivasi kerja bawahan, membina dan memantapkan disiplin serta menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab tugas dan pekerjaan pada bawahan 2)Kurangnya pemahaman petugas terhadap peraturan-peraturan tentang tata cara pelaksanaan hak warga binaan sehingga ada kesalahan dalam sosialisasi kepada warga binaan dan implementasi dalam kegiatannya. 3)Peraturan Perundang-undangan yang berlaku cenderung berubah dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama sehingga suatu peraturan belum sempat dilaksanakan sudah harus menggantinya dengan peraturan yang baru. 4)Tim Pengamat Pemasyarakatan tidak bekerja maksimal  sebab saat sidang untuk membahas program selalu ada anggota yang tidak hadir walaupun undangan akan diadakannya sidang TPP telah disampaikan. Akibat yang dihasilkan karena tidak lengkapnya anggota yang hadir  adalah hanya berupa sidang buku. 5) Sikap acuh Wali Pemasyarakatan yang mempunyai tugas memantau perkembangan narapidana yang menjadi anak walinya menyebabkan narapidana tidak dapat berkonsultasi tentang program yang harus diikuti selama menjalani masa pidana. Terhadap hal ini rata-rata petugas Lapas senada dalam menanggapi bahwa wali narapidana hanya berlaku pada masa kepemimpinan almarhum Adang Santosa Hamara. Sampai saat ini tidak pernah ada lagi Surat Keputusan pengangkatan wali narapidana walaupun telah lima kali terjadi pergantian pimpinan. 6)    Pembebanan biaya proses pengusulan kepada warga binaan pemasyarakatan, padahal Negara telah mengalokasikan dana untuk pembinaan narapidana walaupun tidak sebanding dengan kebutuhan program yang dilaksanakan.  Akibatnya hanya narapidana yang latar belakang keluarganya mampu dalam hal keuangan yang dapat melaksanakan program terutama integrasi ke luar Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan yang tidak mampu menyerahkan nasib sepenuhnya pada remisi yang diperoleh pada setiap tahun hingga selesai dan dinyatakan bebas murni. 7) Rasa putus asa dari narapidana karena banyak yang sudah dilakukan penelitian kemasyarakatan namun tidak diusulkan dalam program asimilasi dan integrasi menyebabkan narapidana hanya pasrah pada keadaan dan menunggu waktu pidana selesai dijalankan. Selain itu tidak adanya wali tempat pengaduan dan konsultasi bagi mereka. 8) Sistem kepemimpinan tertutup dari yang mengurusi integrasi warga binaan karena pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh Kepala Sub Seksi Registrasi dan Bimbingan Kemasyarakatan. Semua berkas yang akan, sedang maupun telah diusulkan disimpan dalam lemari terkunci dan hanya beliau sendiri yang mengetahuinya. Dari sikap demikian maka lahirlah anggapan bahwa program integrasi dan asimilasi adalah lahan meraup keuntungan bagi seluruh petugas Lembaga Pemasyarakatan. Bagaimana staf lainnya dapat mengetahui perkembangan pekerjaan dan membantu bila tidak ada keterbukaan. A.2.)Faktor eksternal penghambat: 1) Sulitnya mendapatkan surat keterangan dari Jaksa yang menyatakatan bahwa narapidana tidak tersangkut dalam perkara lain yang belum diputus (Model APC.01)  serta surat keterangan tidak mampu membayar denda bagi narapidana yang dipidana dengan pidana tambahan (Model D-2) bagi narapidana pindahan. 2) Ketiadaan Balai Pemasyarakatan di Pulau Flores, Letak keluarga narapidana yang jauh dari Lembaga Pemasyarakatan. 3) Narapidana yang menghuni Lembaga Pemasyarakatan Ende bukan hanya berasal dari Kabupaten Ende, tetapi sebagian adalah narapidana pindahan dari Rumah Tahanan Negara sedaratan Flores. Sulitnya komunikasi yang dapat menghubungi keluarga narapidana dan topografi yang tidak mendukung menyebabkan berkas-berkas yang diperlukan dalam memenuhi persyaratan tidak dapat dilengkapi oleh narapidana. 4) Keluarga korban tidak menandatangani surat perdamaian dan menyatakan menolak narapidana untuk kembali ke tengah masyarakat di tempat tinggal saat peristiwa pidana berlangsung. Pada wilayah tertentu aksi balas dendam sering terjadi yang mengakibatkan adanya permusuhan panjang. 5) Pembimbing Penelitian Kemasyarakatan yang ada di Rumah Tahanan Negara tempat asal narapidana pindahan tidak bersedia diminta bantuannya untuk melakukan penelitian terhadap narapidana yang telah dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Ende
B.1) Faktor  internal pendukung Asimilasi dan integrasi; 1) Walaupun terbatas alokasinya namun Pemerintah tetap menyiapkan dana dalam rangka mewujudkan  pelaksanaan program pembinaan yang diikuti oleh seluruh warga binaan pemasyarakatan. 2) Kesiapan petugas Lapas dalam mendukung program pembinaan yang diberikan untuk narapidana baik yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Ende maupun oleh Pihak Luar (Pemerintah maupun Swasta) yang melakukan kegiatan pelatihan, kursus-kusus atau pendidikan lainnya di dalam maupun diluar Lapas. 3) Kesadaran warga binaan untuk serius dalam mengikuti program pembinaan, khususnya bimbingan mental kepribadian sebagai bekal untuk dapat diintegrasikan ke luar Lapas baik melalui Asimilasi maupun Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas serta Cuti Bersyarat. 4) Tidak ada kendala untuk melengkapi persyaratan bagi narapidana oleh keluarganya yang bertempat tinggal dekat dengan Lapas dan siap dimintai keterangan atau memenuhi persyaratan-persyaratan lain yang harus dipenuhi narapidana dalam program Asimilasi dan Integrasi. B.2) Faktor eksternal pendukung; 1) Masyarakat yang tinggal di sekitar  Lembaga Pemasyarakatan Ende dapat menerima kehadiran narapidana yang melaksanakan kegiatan asimilasi dalam bentuk olah raga bersama dan kerja bakti. Hal itu dikarenakan hampir setiap hari baik pagi  maupun sore hari terdapat kegiatan pembinaan rohani diberikan oleh kelompok atau perorangan yang berasal dari instansi pemerintah maupun swasta. 2) Adanya dukungan pemerintah kelurahan yang mengapit Lembaga Pemasyarakatan Ende yaitu Kelurahan Onekore dan Kelurahan Paupire. Bukti dukungan tersebut ditunjukan dengan kesediaan untuk menerima narapidana kembali ke masyarakat yang ada di wilayahnya serta menandatangani surat pernyataan atau surat-surat lain yang dibutuhkan oleh keluarga atau wali  narapidana. 3) Bengkel kerja menyambut baik serta bersedia membimbing narapidana dalam melaksanakan magang serta memberikan upah yang sama dengan pekerja lainnya sesuai standar upah yang berlaku. 4) Aparat Penegak Hukum menyambuat baik program asimilasi dan integrasi dan meningkatkan pengawasan kepada narapidana yang sedang mengikuti kegiatan asimilasi dan yang telah menjalani ijin Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas maupun Cuti Bersyarat.

Sistim Koordinasi antar Instansi dalam mendukung Optimalisasi Asimilasi dan Integrasi
Secara sederhana, konsep partisipasi terkait dengan keterlibatan suatu pihak dalam kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain. Dalam konteks pembangunan, partisipasi masyarakat selalu terkait dengan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan/proyek/kegiatan  yang dilakukan oleh pemerintah/ Negara. Salah satu faktor penghambat kurang koordinasi program pembinaan khususnya asimilasi dan integrasi adalah eselonisasi, dimana Lapas sebagai ujung tombak pelaksanaan sistem pemasyarakatan eselonnya berada di bawah SKPD mitra kerja.  Selanjutnya koordinasi belum dibangun dengan baik antar aparat penegak hukum yaitu perlu adanya persamaan pemahaman  dalam menyampaikan hambatan, permasalahan dan tantangan melalui rapat koordinasi secara berkala dalam pelaksanaaan tugas sesuai fungsi masing-masing lembaga dalam proses peradilan pidana. Sebagai satu keterpaduan dalam sistem antara pembina, yang dibina dan masyarakat maka peran serta aktif dari semua unsur  sangat dibutuhkan demi tercapainya tujuan sistem pemasyarakatan yang baik. Kontrak kerja sama dengan pihak ketiga hanya merupakan keputusan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Ende dan tidak sesuai dengan apa yang termaktub dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.01-PK.04.10 Tahun 1999 tentang asimilasi


KESIMPULAN DAN SARAN

Pembahasan pelaksanaan asimilasi dan integrasi di Lapas Klas IIB Ende dapat simpulan sebagai berikut: 1) Pada proses  pembahasan program, selain anggota TPP, petugas Pemasyarakatan dan masyarakat tidak pernah dilibatkan untuk mengikuti pembahasan program pembinaan. Demikian pula dalam mekanisme pelaksanaannya, terjadi penyimpangan yang merugikan warga binaan yang telah memenuhi syarat untuk diusulkan hak memperoleh asimilasi dan integrasi. Akibatnya target pemulangan narapidana lebih awal melalui program asimilasi dan integrasi yang menjadi program nasional tidak efektif dilaksanakan oleh Lapas Ende. 2) Faktor internal penghambat asimilasi dan integrasi yang paling menonjol yaitu tidak ada kemampuan pemimpin dalam mendorong motivasi kerja bawahan, membina dan memantapkan disiplin serta menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab tugas dan pekerjaan kepada bawahan tanpa melakukan pengontrolan. Sedangkan faktor eksternal  yaitu ketiadaan Balai Pemasyarakatan dalam melakukan penelitian kemasyarakatan sebagai syarat utama program asimilasi dan integrasi. Faktor internal pendukung pelaksanaan asimilasi dan integrasi yaitu kesiapan petugas Lapas dalam mendukung program pembinaan yang diberikan bagi narapidana baik yang dilaksanakan di dalam maupun di luar Lapas. Sedangkan faktor eksternal yaitu adanya dukungan dari masyarakat yang tinggal disekitar Lapas sebagai kegiatan awal narapidana dalam integrasi sosial. 3) Belum adanya suatu peraturan yang khusus mengatur sistim koordinasi antar lembaga penegakan hukum dan intansi pemerintah serta pihak swasta sebagai mitra Lapas di daerah untuk mengoptimalkan pelaksanaan asimilasi dan integrasi bagi warga binaan di Lapas Ende.
Selanjutnya saran yang dapat diberikan adalah 1) Agar dapat mewujudkan mekanisme perencanaan sebagai suatu perencanaan berjenjang mulai dari penyusunan program hingga pembahasaanya dalam sidang TPP, perlu diatur dalam peraturan khusus yang partisipatif  sehingga dapat menjamin keterlibatan seluruh petugas pemasyarakatan. Selain itu aturan tentang anggota Tim Pengamat Pemasyarakatan  yang harus beranggotakan Pejabat Struktural perlu direvisi karena selain tidak partisipatif juga yang mengetahui dengan baik tentang narapidana yang akan diusulkan dalam program adalah wali pemasyarakatan dari narapidana yang akan dibahas. Dengan perubahan aturan maka pembahasan tentang narapidana menjadi obyektif dan sesuai keadaan yang sebenarnya. Selain obyektif pembahasan tentang narapidana yang akan diikutkan dalam program, juga tidak akan  terjadinya disparitas dalam pertimbangan tindak pidana. 2) Perlunya penambahan dana pembinaan untuk mendukung pelaksanaan program pembinaan sehingga ada peningkatan jumlah narapidana yang melaksanakan asimilasi dan integrasi baik PB, CMB maupun CB. Bila kekurangan dana maka dapat diupayakan dengan sistem subsidi silang yaitu narapidana yang mampu dalam hal keuangan pada saat pengusulan asimilasi maupun integrasi, dapat disisip berkas usulan bagi narapidana yang tidak mampu. Dengan jumlah setoran untuk pengurusan berkas yang dinilai besar, penulis yakin subsidi silang dapat mendongkrak peningkatan program. 3) Peran wali pemasyarakatan sangat besar dalam mengikuti perkembangan narapidana, sehingga perubahan dan permasalahan yang dialami narapidana dapat dijawab oleh wali pemasyarakatan termasuk pada saat pembahasan program asimilasi dan integrasi. Untuk itu agar digiatkan kembali peran dan fungsi wali pemasyarakatan dengan menerbitkan SK penunjukan petugas sebagai Wali Pemasyarakatan bagi narapidana/anak pidana. 4) Peran Pembimbing Kemasyarakatan sangat penting untuk keberhasilan program, untuk itu hendaknya ada pengkaderan bagi petugas lainnya dalam mengikuti pendidikan dan latihan bagi petugas pembimbing kemasyarakatan. Dengan pengkaderan maka tugas yang selama ini terfokus pada Kepala Sub Seksi dapat dibagi rata kepada staf lain sehingga pekerjaan dapat diselesaikan sesuai waktu yang telah direncanakan. 5) Hendaknya dalam pelaksanaan tugas diterapkan sistem manajemen terbuka sehingga tidak ada rasa saling curiga antara petugas maupun dari narapidana kepada petugas. Keterbukaan itu dimulai dari pimpinan, pejabat struktural dan petugas lainnya. Dengan keterbukaan maka segala pekerjaan dapat diselesaikan dan semua dapat mengetahui hasil kerja yang telah, sedang ataupun akan dicapai. 6) Dalam mensukseskan program perlu adanya koordinasi yang baik dari Lapas dengan Instansi Penegak Hukum lain serta SKPD/UPTD yang menjadi mitra di daerah. Hal ini bertujuan agar tanggung jawab merehabilitasi warga binaan dapat terbagi dan tugas Lapas menjadi ringan. Dengan dikaryakannya narapidana yang sudah memenuhi syarat asimilasi akan membawa keuntungan bagi Negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diperoleh dari hasil pembagian premi narapidana. Namun banyaknya  jumlah narapidana belum tentu dapat membawa keuntungan bagi Negara bila asimilasi dan integrasi bagi narapidana yang telah memenuhi syarat tidak ditata secara baik dan benar oleh Lembaga Pemasyarakatan Ende.



DAFTAR PUSTAKA

Amien  A.,M., 2003 Kemandirian Lokal, Perspektif Sains Baru Terhadap Organisasi, Pembangunan dan Pendidikan, Makassar, Lembaga Penelitian UNHAS
Bungin B, 2003  Analisa data Penelitian Kualitatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta
Harsono C.I.,  1995 Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Jakarta, Djambatan
Paskarina.,  2005 Perencanaan Partisipatif dalam Pembangunan Daerah, Bandung, Lembaga Penelitian UNPAD
PSKMP, 2002 Partisipatory Local Social Development Planning (PLSD) Unhas Makassar
Salman D.,  2005 Pembangunan Partisipatoris, Modul Konsentrasi Manajemen Perencanaan, Program Studi Manajemen Pembangunan, Unhas Makassar
Sudirman D., 2007 Reposisi dan Revitalisasi Pemasyarakatan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Sujatno  A., 2004 Sistem Pemasyarakatan Indonesia Membangun Manusia Mandiri, Jakarta: Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI
Susanto  S.A., 1985 Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung, Binatjipta
Widiada A., 1988 Sejarah dan Konsepsi Pemasyarakatan, CV.Armico, Bandung

Himpunan Peraturan Perundang–Undangan  tentang Pemasyarakatan Buku 6, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta 2003
Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-OT.02.02 Tahun 2009 tentang Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistim Pemasyarakatan, Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia,  Jakarta 2009
Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat untuk Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB, 2011 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jakarta



Lampiran

Tabel 4. Jumlah Narapidana di Lembaga Pemasyarakan Klas IIB Ende  dan Rumah Tahanan Negara sedaratan Flores Tahun 2009-2011 yang melaksanakan program Asimilasi ke Luar Lembaga Pemasyarakatan maupun Rumah Tahanan  Negara

Program
Lapas/ Rutan
Kapasitas Hunian
Asimilasi WBP
2009
2010
2011
Asimilasi
Lapas Ende
Rutan Ruteng
Rutan Bajawa
Rutan Maumere
Rutan Larantuka
175
150
130
130
130
66
125
85
105
7
71
104
90
97
85
84
98
87
100
   75
Sumber Data Primer 2012


Tabel 5. Jumlah Narapidana yang melaksanakan ijin Pembebasan Bersyarat tahun 2009-2011 di Lembaga Pemasyarakatan Ende dan Rumah Tahanan Negara sedaratan Flores.

Program
Lapas/ Rutan
PB WBP
2009
2010
2011
Pembebasan Bersyarat
Lapas Ende
Rutan Ruteng
Rutan Bajawa
Rutan Maumere
Rutan Larantuka
27
25
4
5
2
30
41
6
4
6
34
46
3
6
2
Sumber Data Primer 2012

Tabel 6. Jumlah Narapidana yang melaksanakan ijin Cuti Menjelang Bebas Tahun 2009-2011 di Lembaga Pemasyarakatan Ende dan Rumah Tahanan Negara sedaratan Flores.

Program
Lapas/ Rutan
CMB WBP
2009
2010
2011
Cuti Menjelang Bebas
Lapas Ende
Rutan Ruteng
Rutan Bajawa
Rutan Maumere
Rutan Larantuka
6
7
1
5
2
4
1
-
2
-
5
6
2
-
2
Sumber Data Primer 2012



Tabel 7. Jumlah Narapidana yang melaksanakan ijin Cuti Bersyarat Tahun 2009-2011 di Lembaga Pemasyarakatan Ende dan Rumah Tahanan Negara sedaratan Flores.

Program
Lapas/ Rutan
CB WBP
2009
2010
2011
Cuti Bersyarat
Lapas Ende
Rutan Ruteng
Rutan Bajawa
Rutan Maumere
Rutan Larantuka
3
30
4
1
-
4
36
-
2
-
4
45
3
2
2
Sumber Data Primer 2012


Tabel 8: Jumlah narapidana BI dan BIIa yang bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Ende

Narapidana BI
Bebas Murni
2009
2010
2011
25
26
23
Narapidana BIIa
Bebas Murni
2009
2010
2011
75
80
86
Sumber Data Primer 2012



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar