JURNAL
OPTIMALISASI ASIMILASI DAN
INTEGRASI
DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB ENDE
-
OPTIMIZATION OF THE ASSIMILATION AND INTEGRATION
IN THE KLAS IIB ENDE CORRECTIONAL INSTITUTION
Paulus Anton Tuga, 1 Nursini, 2 M.
Abduh Ibnu Hajar 3
1 Mahasiswa PPW, Program Pascasarjana,
Universitas Hasanuddin Makassar
2 Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin
3 Fakultas Perikanan,
Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi
:
Paulus Anton Tuga
Lembaga Pemasyarakatan Ende NTT
Universitas Hasanuddin
Makassar 90245
HP : 081338929XXX
Email :antonpaulus@rocketmail.com
Abstrak
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana optimalisasi pelaksanaan asimilasi
dan integrasi (Pembebasan Bersyarat, Cuti menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat)
yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Ende Flores Nusa Tenggara Timur,
dengan menelusuri proses dan mekanisme, faktor pendukung dan penghambat
pelaksanaan serta bagaimana koordinasi antar lembaga yang terkait dalam
mengoptimalkan program pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan. Pengumpulan data dilakukan melalui studi
dokumen, wawancara mendalam serta pengamatan (observasi). Data dianalisis
secara deskriptif kualitatif melalui reduksi data, display data dan penarikan
kesimpulan. Hasil penelitian menemukan bahwa
pelaksanaan program asimilasi dan integrasi bagi narapidana yang telah memenuhi
syarat belum berjalan sesuai yang diharapkan. Kegiatan sidang Anggota Tim
Pengamat Pemasyarakatan untuk membahas program bagi warga binaan hanya bersifat
formal saja karena telah tersusun rapih oleh sekretaris TPP dan anggota yang
hadir hanya mendengar dan menandatangani semua yang telah ditulis dalam notulen
hasil sidang TPP. Disamping itu belum melibatkan petugas pemasyarakatan secara
keseluruhan dan masyarakat sebagai unsur-unsur
dalam sistim pemasyarakatan. Hal tersebut menyebabkan jumlah narapidana
yang diikutkan dalam program masih jauh
berkurang jika dibandingkan dengan Rutan-Rutan yang ada di Flores. Dalam
pelaksanaan program, koordinasi yang dilakukan dengan isntansi pemerintah
sebagai mitra dalam mendukung program asimilasi dan integrasi bagi
narapidana juga belum berjalan karena
kurangnya inisiatif Lapas dalam memanfaatkan hubungan tersebut.
Kata Kunci: Optimalisasi
Abstrack
The purpose of
this research is to identify the extent to which the optimization of
the implementation of the assimilation
and integration (Parole,
leave spaces before
and leave Conditional)
Penitentiary Ende in Flores East Nusa Tenggara, by
tracing the processes and mechanisms of implementation and how coordination among agencies
involved in the coaching program to optimize
prisoners. The
data was collected through the study of documents, deep interviews and observations.
Data were analyzed using descriptive qualitative data reduction, display the data and drawing
conclusions.
The study found that implementation of the assimilation and integration has not gone as expected. Session to discuss correctional observer team for the citizens of the target program has been highly formalized by the secretary of the TPP and sign all living members who have written in the minutes of the session of TPP. This can lead to selective logging in the program proposal. For inmates who able in financial terms may be proposed, while it did not have any ability just waiting to finish the offense. Ideally, a growing number of inmates who were released as it gets integration, then the costs incurred by the State is also reduced. Besides that also the assimilation activities for inmates who are placed on a third party would bring benefits to the State because of the input to the State either works or wage or premium inmates through State Revenue (non-tax revenues)
The study found that implementation of the assimilation and integration has not gone as expected. Session to discuss correctional observer team for the citizens of the target program has been highly formalized by the secretary of the TPP and sign all living members who have written in the minutes of the session of TPP. This can lead to selective logging in the program proposal. For inmates who able in financial terms may be proposed, while it did not have any ability just waiting to finish the offense. Ideally, a growing number of inmates who were released as it gets integration, then the costs incurred by the State is also reduced. Besides that also the assimilation activities for inmates who are placed on a third party would bring benefits to the State because of the input to the State either works or wage or premium inmates through State Revenue (non-tax revenues)
Key Word: Optimization
A.
PENDAHULUAN
Gencarnya
pemberitaan media cetak maupun elektronik tentang kejadian-kejadian negatif
dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pemasyarakatan, secara sistematis akan
membangun opini publik dan selanjutnya akan berdampak buruk terhadap
akuntabilitas dan kepercayaan masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut untuk
membangun kembali pencitraan positif dan kepercayaan masyarakat terhadap
pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya maka seluruh
jajaran pemasyarakatan berusaha meningkatkan kinerja pada masing-masing unit termasuk
Lembaga Pemasyarakatan Ende
Peningkatan
jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan ini tidak diiringi dengan peningkatan
kapasitas Lapas. Persoalan kelebihan kapasitas di hampir seluruh Lembaga
Pemasyarakatan di Indonesia tentunya mengundang keprihatinan dan kritikan dari
berbagai pihak. Kondisi over capacity di Lembaga Pemasyarakatan ini juga
menimbulkan dampak ikutan lain yang muda terjadi seperti, perkelahian,
kerusuhan, pemberontakan, peredaran narkoba, homoseksual, penularan berbagai
jenis penyakit seperti aids dan kulit serta berbagai dampak lainnya. Selain
dampak di atas, program pembinaan yang akan diberikan kepada narapidana menjadi
kurang efektif karena hak-hak narapidana yang telah memenuhi syarat sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan diabaikan seperti Asimilasi dan Integrasi (Pembebasan
Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas maupun Cuti Bersyarat).
Menteri
Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2007
mengeluarkan sebuah Peraturan Nomor M.01.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat. Keluarnya
Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya lebih meningkatkan
program pembinaan bagi warga binaan. Indikator
keberhasilan program pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan sesuai
sistim pemasyarakatan adalah
banyaknya jumlah narapidana dan anak
pidana yang telah memenuhi syarat, melaksanakan Asimilasi dan Integrasi melalui
program Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB) dan Cuti
Bersyarat (CB). Sistem
pemasyarakatan menurut Pasal 1 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa
“Sistem
pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan
Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara
terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kwalitas
Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara
wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”.
Sesuai sistem pemasyarakatan tersebut maka optimalisasi peningkatan pelayanan
Asimilasi dan Integrasi (Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti
Bersyarat) merupakan langkah strategis dalam mengatasi masalah “over
capacity” di Lembaga Pemasyarakatan, kebijakan ini diambil tidak hanya akan
menjadi solusi untuk masalah kelebihan kapasitas Lembaga Pemasyarakatan tetapi
juga masalah anggaran negara, logikanya semakin sedikit jumlah penghuni maka
semakin sedikit jumlah anggaran yang dihabiskan.
Kalau persyaratan
telah terpenuhi oleh warga binaan yang menjalani pidananya dengan baik dan
mengikuti semua program yang diberikan oleh petugas Pembimbing dan Pembina,
seharusnya apa yang menjadi hak warga binaan juga dipenuhi khususnya hak untuk
mendapatkan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti
Bersyarat.
BAHAN
DAN METODE
Lokasi dan Rancangan Penelitian :
Penelitian ini dilaksanakan pada Lembaga Pemasyarakatan Klas
IIB Ende sebagai lokasi utama dan untuk keperluan data pembanding diambil data
dukung dari Rutan Ruteng, Rutan Bajawa, Rutan Maumere dan Rutan Larantuka,
semuanya terdapat di pulau Flores Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian
yang digunakan adalah studi
kasus dengan tipe deskriptif dan pendekatan Kualitatif
Jenis
dan Sumber Data
Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data Primer dan sekunder. Data Primer
diproses diperoleh dari hasil wawancara dengan 30 orang informan kunci yang mewakili dari Anggota TPP, Seksi dan Subseksi dan
Petugas jaga
serta 20 orang
informan terdiri dari narapidana BI dan BIIa, sedang data sekunder bersumber studi
dokumen yang sesuai dengan masalah penelitian.
Metode
Pengumpulan
Data :
Tehnik pengumpulan data yang
dilakukan peneliti yaitu melalui wawancara mendalam (in-depth interview) menggunakan Daftar pertanyaan (kuesioner) dilakukan
melalui sejumlah pertemuan dengan informan yang didalamnya berlangsung Tanya
jawab dan pembicaraan terlibat mengenai beberapa aspek permasalahan yang akan
dicari dalam penelitian. mendapatkan data primer, penulis menggunakan teknik
wawancara mendalam yang diperoleh dari informan yang telah
ditentukan.Pengamatan dilakukan dengan dua cara yaitu : Pengamatan biasa dan
berpartisipasi.
Studi
dokumen dilakukan untuk menelaah sejumlah sumber tertulis, dalam rangka
memperoleh data, baik primer maupun sekunder yang berkaitan dengan tujuan
penelitian dimaksud, Untuk data sekunder yang terkait dengan objek penelitian,
maka penulis mengumpulkan dan mempelajari dokumen-dokumen seperti Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Menteri, Peraturan Menteri, Peraturan Dirjen
Pemasyarakatan serta Laporan Bulanan,
Triwulan, Berkas Sidang TPP dan Berkas Usulan mengikuti program Asimilasi dan
Integrasi Narapidana, sehingga
kajian atas dokumen tersebut dapat mendukung hasil penelitian.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Karakteristik
Informan
Informan Kunci terdiri dari 7 orang dari Anggota TPP yang membahas perencanaan
program bagi narapidana yang akan mengikuti program asimilasi dan integrasi, 5
orang yang mengelola data registrasi
narapidana sejak tahap pertama, lanjutan dua, lanjutan tiga dan tahap akhir
serta yang mengatur jurnal penghuni, daftar perubahan dan pengurusan usulan
asimilasi dan integrasi serta peneliti sebagai diri sendiri dalam subseksi
registrasi, 3 orang yang bertugas pada kesatuan pengamanan Lapas.
.
Pelaksanaan Asimilasi dan Integrasi (PB,CMB dan
CB)
Asimilasi merupakan
kulminasi dari kehidupan bermasyarakat yang dapat merefleksikan adanya
integrasi sosial. Dengan demikian, terwujudnya integrasi sosial sangat penting
bagi kelangsungan hidup individu dan kelompok dalam tatanan hidup
bermasyarakat. Proses terjadinya integrasi sosial dan untuk mempertahankannnya
dipengaruhi oleh tiga faktor,
yakni: (1) toleransi, (2) kesadaran dan solidaritas dan (3) kontrol sosial. Dasar
hukum pelaksanaan Asimilasi bagi narapidana adalah Keputusan Menteri Kehakiman RI
Nomor: M.02 PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana, Keputusan
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor: E.06-PK.04.10 Tahun 1992 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Asimilasi.
Tabel 4 memperlihatkan
bahwa program Asimilasi bagi warga binaan di
Lembaga Pemasyarakatan Ende belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik dalam
memenuhi hak-hak warga binaan yaitu
tahun 2009 (33.33%), tahun 2010 (34,29%) dan tahun
2011(39.62 %) dari
rata-rata penghuni setiap bulannya.
Sedangkan prosentasi asimilasi bila dihitung berdasarkan banyaknya narapidana yang dilitmas dalam setahun yaitu tahun 2009
(94.28%), tahun 2010 (71.00%) dan tahun
2011(93.33%).
Jika dibandingkan dengan data yang diperoleh dari Rumah Tahanan Negara hal ini
menunjukkan bahwa untuk sementara Rutan lebih efektif memanfaatkan perangkat
peraturan tentang tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.
Tabel 5 menjelaskan bahwa sebagai Unit Pelaksana Tehnis
dengan status Lembaga Pemasyarakatan seharusnya Lembaga Pemasyarakatan Ende
menempati urutan tertinggi, akan tetapi kenyataan sesuai hasil penelitian bahwa
jumlah narapidana yang bebas karena Pembebasan
Bersyarat lebih kecil yaitu
tahun 2009 (27.14%), tahun 2010 (23.00%) dan tahun
2011 (37.77%)
jika dibandingkan dengan jumlah narapidana secara
keseluruhan dalam 1 tahun yang telah dilaksanakan penelitian kemasyarakatan.
Sedangkan usulan Lapas Ende tahun 2009
sebanyak 30
orang, tahun 2010
sebanyak 28 orang dan, tahun 2011
sebanyak 40 orang, yang
disetujui tahun 2009 sebanyak 19 orang (63.33), tahun 2010 sebanyak 23 orang
(65.71%) dan tahun 2011 sebanyak 34 orang (85.00%).
Tabel 6 menjelaskan bahwa narapidana yang menjalani
hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan Ende yang diusulkan untuk mendapatkan Ijin Cuti Menjelang Bebas tahun 2009 (2.85%)
tahun 2010 (5.00%) dan tahun 2011 (5.55%) sebenarnya adalah narapidana
yang berhak untuk diusulkan Pembebasan Bersyarat, namun karena terlambat
pengurusannya maka sisa pidana berada di bawah 6 bulan dan hanya bisa diusulkan
Cuti Menjelang Bebas serta diberikan setelah perolehan remisi tahun terakhir
yang dilewati.
Tabel 7 menjelaskan
bahwa apa
yang menjadi hak narapidana sesungguhnya tidak diperhatikan oleh Lembaga
Pemasyarakatan Ende karena sangat kecil prosentasinya yaitu tahun tahun
2009 berjumlah 3 orang (0.44%) tahun
2010 sebanyak 4 orang
(0.62%) dan tahun 2011 sebanyak 4 orang (0.59%) dari jumlah narapidana BIIa. Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah
narapidana BI tahun 2009 sebanyak 1203
orang,
tahun 2010 sebanyak 1312 orang dan tahun 2011 sebanyak 1326 sedangkan narapidana BIIa tahun 2009 sebanyak 668 orang, tahun 2010 sebanyak
635 orang dan tahun 2011 sebanyak 670 orang. Narapidana yang paling banyak bebas dalam satu tahun adalah narapidana
dengan masa pidana pendek yang digolongkan dalam Register BIIa. Seharusnya narapidana tersebut dapat
dibebaskan melalui program Cuti Bersyarat sehingga terjadi penghematan
anggaran yang dikeluarkan oleh Negara.
Tabel 8 menjelaskan
bahwa
jumlah narapidana BI yang bebas murni tahun 2009 sebanyak 25 orang (2.07%), tahun 2010 sebanyak
26 orang (1.98%) dan tahun 2011 sebanyak 23 orang (1.73%). Sedangkan narapidana BIIa yang bebas murni tahun 2009 sebanyak 75 orang (11.22%), tahun 2010 sebanyak
80 orang (12.59%) dan tahun 2011 sebanyak 86 orang (12.83%). Kalau saja program
pembinaan dilaksanakan dengan baik dan
benar maka maka angka bebas
narapidana melalui program integrasi dapat lebih tinggi lagi dan melebihi Rumah
Tahanan yang ada di Flores.
Faktor-faktor yang penghambat dan pendukung
optimalisasi Asimilasi dan Integrasi
Program asimilasi dan
integrasi yang dijalani oleh warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Ende tidak
sepenuhnya mengikuti aturan yang sesuai dengan apa yang termuat dalam
Undang-undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah,
Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia maupun surat–surat edaran. Akibat
tidak mengikuti maka timbul faktor sebagai berikut: A.1) Faktor internal penghambat yaitu; 1)
Tidak ada
kemampuan pemimpin dalam mendorong motivasi kerja bawahan, membina dan
memantapkan disiplin serta menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab tugas dan
pekerjaan pada bawahan 2)Kurangnya
pemahaman petugas terhadap peraturan-peraturan tentang tata cara pelaksanaan
hak warga binaan sehingga ada kesalahan dalam sosialisasi kepada warga binaan
dan implementasi dalam kegiatannya. 3)Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku cenderung berubah dalam jangka waktu yang tidak
terlalu lama sehingga suatu peraturan belum sempat dilaksanakan sudah harus
menggantinya dengan peraturan yang baru. 4)Tim
Pengamat Pemasyarakatan tidak bekerja maksimal
sebab saat sidang untuk membahas program selalu ada anggota yang tidak
hadir walaupun undangan akan diadakannya sidang TPP telah disampaikan. Akibat
yang dihasilkan karena tidak lengkapnya anggota yang hadir adalah hanya berupa sidang buku. 5) Sikap acuh Wali
Pemasyarakatan yang mempunyai tugas memantau perkembangan narapidana yang
menjadi anak walinya menyebabkan narapidana tidak dapat berkonsultasi tentang
program yang harus diikuti selama menjalani masa pidana. Terhadap hal ini
rata-rata petugas Lapas senada dalam menanggapi bahwa wali narapidana hanya
berlaku pada masa kepemimpinan almarhum Adang Santosa Hamara. Sampai saat ini
tidak pernah ada lagi Surat Keputusan pengangkatan wali narapidana walaupun
telah lima kali terjadi pergantian pimpinan. 6) Pembebanan biaya proses pengusulan kepada
warga binaan pemasyarakatan, padahal Negara telah mengalokasikan dana untuk
pembinaan narapidana walaupun tidak sebanding dengan kebutuhan program yang
dilaksanakan. Akibatnya hanya narapidana
yang latar belakang keluarganya mampu dalam hal keuangan yang dapat
melaksanakan program terutama integrasi ke luar Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan
yang tidak mampu menyerahkan nasib sepenuhnya pada remisi yang diperoleh pada
setiap tahun hingga selesai dan dinyatakan bebas murni. 7) Rasa putus asa dari
narapidana karena banyak yang sudah dilakukan penelitian kemasyarakatan namun
tidak diusulkan dalam program asimilasi dan integrasi menyebabkan narapidana
hanya pasrah pada keadaan dan menunggu waktu pidana selesai dijalankan. Selain
itu tidak adanya wali tempat pengaduan dan konsultasi bagi mereka. 8) Sistem kepemimpinan tertutup
dari yang mengurusi integrasi warga binaan karena pekerjaan tersebut
dilaksanakan oleh Kepala Sub Seksi Registrasi dan Bimbingan Kemasyarakatan.
Semua berkas yang akan, sedang maupun telah diusulkan disimpan dalam lemari
terkunci dan hanya beliau sendiri yang mengetahuinya. Dari sikap demikian maka
lahirlah anggapan bahwa program integrasi dan asimilasi adalah lahan meraup
keuntungan bagi seluruh petugas Lembaga Pemasyarakatan. Bagaimana staf lainnya
dapat mengetahui perkembangan pekerjaan dan membantu bila tidak ada keterbukaan. A.2.)Faktor eksternal penghambat: 1) Sulitnya
mendapatkan surat keterangan dari Jaksa yang menyatakatan bahwa narapidana
tidak tersangkut dalam perkara lain yang belum diputus (Model APC.01) serta surat keterangan tidak mampu membayar
denda bagi narapidana yang dipidana dengan pidana tambahan (Model D-2) bagi
narapidana pindahan. 2) Ketiadaan Balai Pemasyarakatan di Pulau Flores, Letak keluarga narapidana yang jauh dari Lembaga
Pemasyarakatan. 3) Narapidana yang menghuni Lembaga
Pemasyarakatan Ende bukan hanya berasal dari Kabupaten Ende, tetapi sebagian
adalah narapidana pindahan dari Rumah Tahanan Negara sedaratan Flores. Sulitnya
komunikasi yang dapat menghubungi keluarga narapidana dan topografi yang tidak
mendukung menyebabkan berkas-berkas yang diperlukan dalam memenuhi persyaratan
tidak dapat dilengkapi oleh narapidana. 4) Keluarga korban tidak menandatangani
surat perdamaian dan menyatakan menolak narapidana untuk kembali ke tengah
masyarakat di tempat tinggal saat peristiwa pidana berlangsung. Pada wilayah
tertentu aksi balas dendam sering terjadi yang mengakibatkan adanya permusuhan
panjang. 5) Pembimbing Penelitian Kemasyarakatan yang ada di Rumah Tahanan
Negara tempat asal narapidana pindahan tidak bersedia diminta bantuannya untuk
melakukan penelitian terhadap narapidana yang telah dipindahkan ke Lembaga
Pemasyarakatan Ende
B.1) Faktor
internal pendukung Asimilasi dan integrasi; 1) Walaupun terbatas alokasinya
namun Pemerintah tetap menyiapkan dana dalam rangka mewujudkan pelaksanaan program pembinaan yang diikuti
oleh seluruh warga binaan pemasyarakatan. 2) Kesiapan
petugas Lapas dalam mendukung program pembinaan yang diberikan untuk narapidana
baik yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Ende maupun oleh Pihak Luar
(Pemerintah maupun Swasta) yang melakukan kegiatan pelatihan, kursus-kusus atau
pendidikan lainnya di dalam maupun diluar Lapas. 3) Kesadaran warga binaan untuk
serius dalam mengikuti program pembinaan, khususnya bimbingan mental
kepribadian sebagai bekal untuk dapat diintegrasikan ke luar Lapas baik melalui
Asimilasi maupun Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas serta Cuti
Bersyarat. 4) Tidak
ada kendala untuk melengkapi persyaratan bagi narapidana oleh keluarganya yang
bertempat tinggal dekat dengan Lapas dan siap dimintai keterangan atau memenuhi
persyaratan-persyaratan lain yang harus dipenuhi narapidana dalam program
Asimilasi dan Integrasi. B.2) Faktor eksternal pendukung; 1) Masyarakat yang
tinggal di sekitar Lembaga
Pemasyarakatan Ende dapat menerima kehadiran narapidana yang melaksanakan
kegiatan asimilasi dalam bentuk olah raga bersama dan kerja bakti. Hal itu
dikarenakan hampir setiap hari baik pagi
maupun sore hari terdapat kegiatan pembinaan rohani diberikan oleh
kelompok atau perorangan yang berasal dari instansi pemerintah maupun swasta. 2) Adanya dukungan
pemerintah kelurahan yang mengapit Lembaga Pemasyarakatan Ende yaitu Kelurahan
Onekore dan Kelurahan Paupire. Bukti dukungan tersebut ditunjukan dengan
kesediaan untuk menerima narapidana kembali ke masyarakat yang ada di
wilayahnya serta menandatangani surat pernyataan atau surat-surat lain yang
dibutuhkan oleh keluarga atau wali
narapidana. 3) Bengkel
kerja menyambut baik serta bersedia membimbing narapidana dalam melaksanakan
magang serta memberikan upah yang sama dengan pekerja lainnya sesuai standar
upah yang berlaku. 4) Aparat
Penegak Hukum menyambuat baik program asimilasi dan integrasi dan meningkatkan
pengawasan kepada narapidana yang sedang mengikuti kegiatan asimilasi dan yang
telah menjalani ijin Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas maupun Cuti
Bersyarat.
Sistim
Koordinasi antar Instansi dalam mendukung Optimalisasi Asimilasi dan Integrasi
Secara sederhana,
konsep partisipasi terkait dengan keterlibatan suatu pihak dalam kegiatan yang
dilakukan oleh pihak lain. Dalam konteks pembangunan, partisipasi masyarakat
selalu terkait dengan keterlibatan masyarakat dalam
pembangunan/proyek/kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah/ Negara. Salah
satu faktor penghambat kurang koordinasi program pembinaan khususnya asimilasi
dan integrasi adalah eselonisasi, dimana
Lapas sebagai ujung tombak pelaksanaan sistem pemasyarakatan eselonnya berada
di bawah SKPD mitra kerja. Selanjutnya koordinasi belum
dibangun dengan baik antar aparat penegak hukum yaitu perlu adanya persamaan
pemahaman dalam menyampaikan hambatan,
permasalahan dan tantangan melalui rapat
koordinasi secara berkala dalam pelaksanaaan tugas sesuai fungsi
masing-masing lembaga dalam proses peradilan pidana. Sebagai satu keterpaduan dalam
sistem antara pembina, yang dibina dan masyarakat maka peran serta aktif dari
semua unsur sangat dibutuhkan demi
tercapainya tujuan sistem pemasyarakatan yang baik. Kontrak kerja sama dengan
pihak ketiga
hanya merupakan keputusan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Ende dan tidak sesuai
dengan apa yang termaktub dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor:
M.01-PK.04.10 Tahun 1999 tentang asimilasi
KESIMPULAN DAN SARAN
Pembahasan
pelaksanaan asimilasi dan integrasi di Lapas Klas IIB Ende dapat simpulan sebagai
berikut: 1) Pada
proses pembahasan program, selain
anggota TPP, petugas Pemasyarakatan dan masyarakat tidak pernah dilibatkan
untuk mengikuti pembahasan program pembinaan. Demikian pula dalam mekanisme
pelaksanaannya, terjadi penyimpangan yang merugikan warga binaan yang telah
memenuhi syarat untuk diusulkan hak memperoleh asimilasi dan integrasi.
Akibatnya target pemulangan narapidana lebih awal melalui program asimilasi dan
integrasi yang menjadi program nasional tidak efektif dilaksanakan oleh Lapas
Ende. 2) Faktor
internal penghambat asimilasi dan integrasi yang paling menonjol yaitu tidak
ada kemampuan pemimpin dalam mendorong motivasi kerja bawahan, membina dan
memantapkan disiplin serta menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab tugas dan
pekerjaan kepada bawahan tanpa melakukan pengontrolan. Sedangkan faktor eksternal yaitu ketiadaan Balai Pemasyarakatan dalam
melakukan penelitian kemasyarakatan sebagai syarat utama program asimilasi dan
integrasi. Faktor internal pendukung pelaksanaan
asimilasi dan integrasi yaitu kesiapan petugas Lapas dalam mendukung program
pembinaan yang diberikan bagi narapidana baik yang dilaksanakan di dalam maupun
di luar Lapas. Sedangkan faktor eksternal
yaitu adanya dukungan dari masyarakat yang tinggal disekitar Lapas sebagai
kegiatan awal narapidana dalam integrasi sosial. 3) Belum adanya suatu peraturan yang
khusus mengatur sistim koordinasi antar lembaga penegakan hukum dan intansi
pemerintah serta pihak swasta sebagai mitra Lapas di daerah untuk
mengoptimalkan pelaksanaan asimilasi dan integrasi bagi warga binaan di Lapas
Ende.
Selanjutnya
saran yang
dapat diberikan adalah 1) Agar dapat mewujudkan mekanisme perencanaan sebagai suatu
perencanaan berjenjang mulai dari penyusunan program hingga pembahasaanya dalam
sidang TPP, perlu diatur dalam peraturan khusus yang partisipatif sehingga dapat menjamin keterlibatan seluruh
petugas pemasyarakatan. Selain itu aturan tentang anggota Tim Pengamat
Pemasyarakatan yang harus beranggotakan
Pejabat Struktural perlu direvisi karena selain tidak partisipatif juga yang
mengetahui dengan baik tentang narapidana yang akan diusulkan dalam program
adalah wali pemasyarakatan dari narapidana yang akan dibahas. Dengan perubahan
aturan maka pembahasan tentang narapidana menjadi obyektif dan sesuai keadaan
yang sebenarnya. Selain obyektif pembahasan tentang narapidana yang akan
diikutkan dalam program, juga tidak akan
terjadinya disparitas dalam pertimbangan tindak pidana. 2) Perlunya penambahan dana
pembinaan untuk mendukung pelaksanaan program pembinaan sehingga ada
peningkatan jumlah narapidana yang melaksanakan asimilasi dan integrasi baik
PB, CMB maupun CB. Bila kekurangan dana maka dapat diupayakan dengan sistem
subsidi silang yaitu narapidana yang mampu dalam hal keuangan pada saat pengusulan
asimilasi maupun integrasi, dapat disisip berkas usulan bagi narapidana yang
tidak mampu. Dengan jumlah setoran untuk pengurusan berkas yang dinilai besar,
penulis yakin subsidi silang dapat mendongkrak peningkatan program. 3) Peran wali pemasyarakatan
sangat besar dalam mengikuti perkembangan narapidana, sehingga perubahan dan
permasalahan yang dialami narapidana dapat dijawab oleh wali pemasyarakatan
termasuk pada saat pembahasan program asimilasi dan integrasi. Untuk itu agar
digiatkan kembali peran dan fungsi wali pemasyarakatan dengan menerbitkan SK
penunjukan petugas sebagai Wali Pemasyarakatan bagi narapidana/anak pidana. 4) Peran Pembimbing
Kemasyarakatan sangat penting untuk keberhasilan program, untuk itu hendaknya
ada pengkaderan bagi petugas lainnya dalam mengikuti pendidikan dan latihan
bagi petugas pembimbing kemasyarakatan. Dengan pengkaderan maka tugas yang
selama ini terfokus pada Kepala Sub Seksi dapat dibagi rata kepada staf lain
sehingga pekerjaan dapat diselesaikan sesuai waktu yang telah direncanakan. 5) Hendaknya dalam
pelaksanaan tugas diterapkan sistem manajemen terbuka sehingga tidak ada rasa
saling curiga antara petugas maupun dari narapidana kepada petugas. Keterbukaan
itu dimulai dari pimpinan, pejabat struktural dan petugas lainnya. Dengan
keterbukaan maka segala pekerjaan dapat diselesaikan dan semua dapat mengetahui
hasil kerja yang telah, sedang ataupun akan dicapai. 6) Dalam mensukseskan program
perlu adanya koordinasi yang baik dari Lapas dengan Instansi Penegak Hukum lain
serta SKPD/UPTD yang menjadi mitra di daerah. Hal ini bertujuan agar tanggung
jawab merehabilitasi warga binaan dapat terbagi dan tugas Lapas menjadi ringan.
Dengan dikaryakannya narapidana yang sudah memenuhi syarat asimilasi akan
membawa keuntungan bagi Negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
yang diperoleh dari hasil pembagian premi narapidana. Namun banyaknya jumlah narapidana belum tentu dapat membawa
keuntungan bagi Negara bila asimilasi dan integrasi bagi narapidana yang telah
memenuhi syarat tidak ditata secara baik dan benar oleh Lembaga Pemasyarakatan
Ende.
DAFTAR PUSTAKA
Amien A.,M., 2003 Kemandirian Lokal, Perspektif Sains Baru Terhadap Organisasi,
Pembangunan dan Pendidikan, Makassar, Lembaga Penelitian UNHAS
Bungin
B, 2003 Analisa data Penelitian Kualitatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta
Harsono
C.I., 1995 Sistem Baru Pembinaan
Narapidana, Jakarta, Djambatan
Paskarina., 2005 Perencanaan
Partisipatif dalam Pembangunan Daerah, Bandung, Lembaga Penelitian UNPAD
PSKMP,
2002 Partisipatory Local Social
Development Planning (PLSD) Unhas Makassar
Salman
D., 2005 Pembangunan Partisipatoris, Modul Konsentrasi Manajemen Perencanaan,
Program Studi Manajemen Pembangunan, Unhas Makassar
Sudirman D., 2007 Reposisi
dan Revitalisasi Pemasyarakatan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Jakarta:
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia
Sujatno A., 2004 Sistem Pemasyarakatan Indonesia
Membangun Manusia Mandiri, Jakarta: Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI
Susanto S.A., 1985 Pengantar Sosiologi dan
Perubahan Sosial. Bandung, Binatjipta
Widiada A., 1988 Sejarah
dan Konsepsi Pemasyarakatan, CV.Armico, Bandung
Himpunan
Peraturan Perundang–Undangan tentang
Pemasyarakatan Buku 6, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta
2003
Peraturan Menteri Hukum Dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-OT.02.02 Tahun 2009 tentang Cetak
Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistim Pemasyarakatan, Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia,
Jakarta 2009
Standar
Operasional Prosedur Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti
Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat untuk Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB, 2011
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia, Jakarta
Lampiran
Tabel 4. Jumlah Narapidana di Lembaga Pemasyarakan Klas IIB Ende dan Rumah Tahanan Negara sedaratan Flores
Tahun 2009-2011 yang
melaksanakan program Asimilasi ke Luar Lembaga Pemasyarakatan maupun Rumah
Tahanan Negara
Program
|
Lapas/ Rutan
|
Kapasitas Hunian
|
Asimilasi WBP
|
||
2009
|
2010
|
2011
|
|||
Asimilasi
|
Lapas
Ende
Rutan
Ruteng
Rutan
Bajawa
Rutan
Maumere
Rutan
Larantuka
|
175
150
130
130
130
|
66
125
85
105
7
|
71
104
90
97
85
|
84
98
87
100
75
|
Sumber Data Primer 2012
Tabel 5. Jumlah Narapidana yang
melaksanakan ijin Pembebasan Bersyarat tahun 2009-2011 di Lembaga
Pemasyarakatan Ende dan Rumah Tahanan Negara sedaratan Flores.
Program
|
Lapas/ Rutan
|
PB WBP
|
||
2009
|
2010
|
2011
|
||
Pembebasan Bersyarat
|
Lapas
Ende
Rutan
Ruteng
Rutan
Bajawa
Rutan
Maumere
Rutan
Larantuka
|
27
25
4
5
2
|
30
41
6
4
6
|
34
46
3
6
2
|
Sumber Data Primer 2012
Tabel 6. Jumlah Narapidana yang
melaksanakan ijin Cuti Menjelang Bebas Tahun 2009-2011 di Lembaga Pemasyarakatan Ende dan Rumah Tahanan
Negara sedaratan Flores.
Program
|
Lapas/ Rutan
|
CMB WBP
|
||
2009
|
2010
|
2011
|
||
Cuti Menjelang Bebas
|
Lapas
Ende
Rutan
Ruteng
Rutan
Bajawa
Rutan
Maumere
Rutan
Larantuka
|
6
7
1
5
2
|
4
1
-
2
-
|
5
6
2
-
2
|
Sumber Data Primer 2012
Tabel 7. Jumlah Narapidana yang
melaksanakan ijin Cuti Bersyarat Tahun 2009-2011 di Lembaga Pemasyarakatan Ende dan Rumah Tahanan
Negara sedaratan Flores.
Program
|
Lapas/ Rutan
|
CB WBP
|
||
2009
|
2010
|
2011
|
||
Cuti Bersyarat
|
Lapas
Ende
Rutan
Ruteng
Rutan
Bajawa
Rutan
Maumere
Rutan
Larantuka
|
3
30
4
1
-
|
4
36
-
2
-
|
4
45
3
2
2
|
Sumber Data Primer 2012
Tabel 8: Jumlah narapidana BI dan BIIa
yang bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Ende
Narapidana
BI
|
Bebas
Murni
|
||
2009
|
2010
|
2011
|
|
25
|
26
|
23
|
|
Narapidana
BIIa
|
Bebas
Murni
|
||
2009
|
2010
|
2011
|
|
75
|
80
|
86
|
Sumber Data Primer 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar